
Medan, 23 Oktober 2025 — Budiman, Direktur Jaya Sukses Konsultan, kembali mengingatkan seluruh wajib pajak di Indonesia untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara jujur dan tepat waktu. Imbauan ini disampaikan seiring dengan semakin canggihnya sistem pengawasan dan pertukaran data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), baik di tingkat nasional maupun internasional.
Budiman menegaskan bahwa DJP kini telah mengadopsi sistem Automatic Exchange of Information (AEOI), yaitu mekanisme pertukaran data keuangan secara otomatis antara negara-negara yang tergabung dalam kerja sama internasional. Sistem ini memungkinkan DJP untuk mengakses informasi rekening bank, investasi, dan aset lainnya milik wajib pajak, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri.
“Jangan anggap DJP tidak tahu. Dengan AEOI, data rekening domestik dan internasional bisa diakses melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Jadi, kalau ada ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan dan data yang dimiliki DJP, siap-siap dapat SP2dK,” ujar Budiman.
SP2dK atau Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan adalah surat resmi dari DJP yang dikirimkan kepada wajib pajak apabila ditemukan indikasi ketidaksesuaian atau ketidakjujuran dalam pelaporan SPT. Surat ini menjadi langkah awal sebelum dilakukan pemeriksaan atau tindakan hukum lebih lanjut.
Budiman mengingatkan bahwa pelaporan SPT Tahunan bukan hanya kewajiban formal, tetapi juga bentuk kontribusi terhadap pembangunan nasional. Ia menyarankan agar wajib pajak segera melakukan pelaporan atau pembetulan SPT jika merasa ada kekeliruan.
“Lebih baik jujur dan lapor sekarang daripada nanti repot menghadapi pemeriksaan. DJP sudah punya sistem analisis data yang sangat tajam,” tambahnya.
Dengan sistem digital seperti Coretax Administration System dan layanan DJP Online, pelaporan SPT kini bisa dilakukan dengan mudah dan cepat tanpa harus datang ke kantor pajak
UMKM Diingatkan Jangan Culas Pecah Usaha
Selain itu, Budiman juga menyoroti praktik manipulatif yang kerap dilakukan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yaitu pecah usaha demi mendapatkan tarif PPh Final 0,5%. Praktik ini dilakukan dengan cara membagi satu entitas usaha menjadi beberapa unit kecil agar masing-masing memenuhi syarat omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun.
“Pecah usaha demi tarif rendah itu culas. DJP bisa mendeteksi pola transaksi dan struktur usaha yang tidak wajar. Jangan main-main,” tegas Budiman.
DJP telah memperkuat sistem analisis data dan pengawasan digital untuk mendeteksi praktik semacam ini. Jika terbukti melakukan pecah usaha secara tidak sah, pelaku UMKM bisa dikenakan sanksi administratif maupun pidana perpajakan.
Budiman menutup himbauannya dengan beberapa poin penting:
Dengan kepatuhan yang tinggi, wajib pajak turut berkontribusi dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berkelanjutan.
Silahkan Hubungi Kami :
0811-606-6213/ WhatsApp
atau Kunjungi kami di www.jayasukseskonsultan.com









