News
BADAN USAHA PERSEROAN - PT

Analisis Hukum Kasus Cerai: “Istri Memaki Suami Anjing” – Perspektif Pidana dan Perdata

Kamis, 24 Juli 2025
Analisis Hukum Kasus Cerai: “Istri Memaki Suami Anjing” – Perspektif Pidana dan Perdata

Kasus perceraian yang melibatkan ujaran kasar seperti “anjing” dari seorang istri kepada suaminya bukan hanya menyangkut persoalan moral dan etika rumah tangga, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum baik secara perdata (perceraian) maupun pidana (penghinaan atau kekerasan verbal). Artikel ini mengupas secara mendalam dari sudut pandang hukum Islam, hukum positif Indonesia, dan analisis dari Jaya Sukses Konsultan serta Perspektif Hukum dari BUDIMAN.


⚖️ 1. Dimensi Perdata: Alasan Sah untuk Perceraian

Dalam hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), terdapat beberapa alasan sah untuk perceraian, di antaranya:

  • Pertengkaran terus-menerus yang tidak dapat didamaikan
  • Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik fisik maupun verbal
  • Tidak adanya keharmonisan dan rasa saling menghormati

🔍 Memaki suami dengan kata “anjing” dapat dikategorikan sebagai bentuk penghinaan verbal yang merusak kehormatan dan martabat suami. Jika dilakukan berulang kali dan menyebabkan keretakan rumah tangga, maka hal ini dapat menjadi alasan sah untuk cerai di Pengadilan Agama.

Menurut analisis dari Jaya Sukses Konsultan, tindakan tersebut menunjukkan adanya disharmoni dan pelanggaran terhadap kewajiban istri untuk menghormati suami, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.


🚨 2. Dimensi Pidana: Potensi Penghinaan atau Kekerasan Verbal

Dalam hukum pidana Indonesia, penghinaan diatur dalam:

  • Pasal 310 KUHP: Penghinaan secara lisan
  • Pasal 315 KUHP: Penghinaan ringan

Jika kata “anjing” diucapkan dalam konteks merendahkan martabat dan dilakukan di depan umum atau disertai dengan niat menyerang kehormatan, maka dapat dikenakan Pasal 315 KUHP sebagai penghinaan ringan.

💡 Menurut Perspektif Hukum BUDIMAN, Direktur Jaya Sukses Konsultan, ujaran tersebut bisa menjadi delik aduan, artinya suami harus melaporkan secara resmi agar proses hukum berjalan. Namun, jika terjadi dalam lingkup rumah tangga dan berulang, maka bisa juga dikategorikan sebagai KDRT verbal, yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.


🧠 3. Analisis Psikologis dan Sosial

  • Kata “anjing” dalam budaya Indonesia memiliki konotasi sangat negatif dan kasar.
  • Penggunaan kata tersebut dalam rumah tangga menunjukkan ketidakseimbangan emosional dan komunikasi yang buruk.
  • Jika tidak ditangani, dapat menimbulkan trauma psikologis dan memperburuk hubungan.

🧾 4. Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh Suami

LangkahTujuanDasar Hukum
Mediasi di Pengadilan AgamaUpaya damai sebelum ceraiPERMA No. 1 Tahun 2016
Gugatan CeraiMengakhiri pernikahan secara sahPasal 19 PP No. 9 Tahun 1975
Laporan PolisiMenindak penghinaan atau KDRT verbalPasal 315 KUHP & UU KDRT

📚 5. Kesimpulan

Ucapan “anjing” dari istri kepada suami bukan sekadar masalah etika, tetapi dapat berdampak hukum:

  • Secara perdata, bisa menjadi alasan sah untuk cerai jika terbukti merusak keharmonisan rumah tangga.
  • Secara pidana, bisa dikenakan pasal penghinaan ringan atau KDRT verbal jika memenuhi unsur hukum.

Menurut analisis dari Jaya Sukses Konsultan dan Perspektif Hukum dari BUDIMAN, Direktur Jaya Sukses Konsultan " penting bagi pasangan untuk memahami bahwa komunikasi yang sehat adalah fondasi rumah tangga. Jika konflik verbal sudah melampaui batas, maka hukum dapat menjadi jalan penyelesaian" .

Silahkan hubungi kami :

0811-606-6213/ WhatsApp 


CV. Jaya Sukses Konsultan Silahkan jadwalkan Konsultasi 3 Hari Sebelumnya. 

JSK Corporation
Kontak
Jl. Budi Luhur, Komplek Mahkota Impian Permai, Blok E6, Kel. Dwikora, Kec. Medan Helvetia, Kota Medan, Sumatera Utara 20123, Indonesia
consultantmanagement18@gmail.com
+62 811 6066 213
Jam Operasional

Senin - Jumat: 09:00 - 17:00

Sabtu - Minggu: Tutup


Copyright © 2025 Jaya Sukses Konsultan | All Rights Reserved